Pulau Seprapat,Tempat Makam Lodang Datuk Yang Keramat Di Juana
Pulau ini banyak di tumbuhi pohon-pohon tinggi nan rimbun sejenis pohon bakau sehingga kalau anda berkunjung ke pulau Seprapat akan merasakan kesejukan.
Dulu,konon pulau ini terletak di tengah alur sungai kali Juana atau sungai Silugonggo,tapi sekarang pulau tampak menyatu dengan daratan di sebelah barat bantaran sungai Juana.Mungkin karena terjadi erosi atau pengikisan tanah oleh arus sungai sehingga terjadi penyempitan sungai dan bersatulah pulau Seprapat dengan daratan.Pulau ini mempunyai luas sekira seperempat hektare.
Pulau ini terdapat di desa Bendar kecamatan Juana kabupaten Pati.Bagi anda yang ingin berkunjung ke pulau ini dari jalan besar atau pantura masuk ke arah utara,anda bisa menyusuri jalan di pinggir sungai Siluggongo ke arah utara sekira satu kilometer.
Di pulau ini terdapat makam tua yang merupakan penyebar agama islam di Juana dan sekitarnya yang bernama Lodang Datuk.Makam ini dulu di beri cungkup dan tak terawat,tapi sekarang makam ini di pugar bangunannya dan di bangun lagi seperti mushalla.
|  | 
| Makam Lodang Datuk di pulau Seprapat | 
Lodang Datuk semasa hidupnya tidak pernah menikah,hanya menggembleng ilmu kanuragan oleh karena saja oleh karena itu murid-muridnya menyebutnya Syekh Lodang Datuk Wali Joko.
Pulau Seprapat dulu sering di gunakan untuk ngalap berkah atau mencari pesugihan dengan cara para pengunjung yang ingin cari pesugihan harus datang sore hari dan menginap di pulau seprapat semalam.Di waktu malam itu para pencari pesugihan bisa membaca mantra atau do'a yang di ajarkan oleh juru kunci makam tersebut,setelah itu para pencari pesugihan harus tidur agar mimpi mendapat wangsit.
Konon dulu di pulau ini terdapat kera jadi-jadian.Kera-kera ini merupakan jelmaan tumbal para pencari pesugihan yang biasanya sanak saudara dari si pencari pesugihan tersebut.
Pesugihan Pulau Seprapat Juana, kab. Pati
 Cara orang menjadi kaya tidak ubahnya pepatah “Banyak jalan menuju Roma”.
 Mulai dari mengandalkan akal pikiran serta logika, sampai cara pintas 
yang hanya mengandalkan nafsu keduniawian semata. Yakni, dengan 
mendatangkan kekayaan lewat tempat pesugihan. Satu lagi, tempat 
pesugihan mujarab yang saat ini masih sering didatangi pelaku pesugihan,
 yakni pulau Seprapat, Pati, Jawa Tengah. Namun pulau kecil ini sampai 
sekarang tetap menyimpan misteri.
Cara orang menjadi kaya tidak ubahnya pepatah “Banyak jalan menuju Roma”.
 Mulai dari mengandalkan akal pikiran serta logika, sampai cara pintas 
yang hanya mengandalkan nafsu keduniawian semata. Yakni, dengan 
mendatangkan kekayaan lewat tempat pesugihan. Satu lagi, tempat 
pesugihan mujarab yang saat ini masih sering didatangi pelaku pesugihan,
 yakni pulau Seprapat, Pati, Jawa Tengah. Namun pulau kecil ini sampai 
sekarang tetap menyimpan misteri.
Anda ingin kaya mendadak? Tinggal tunggu 
saja wangsit turun lewat mimpi. Namun, wangsit pesugihan itu hanya akan 
turun ketika seseorang melakukan tirakatan di pulau Seprapat yang 
terletak di muara sungai Silungonggo, Pati, dan berada di pantai laut 
teluk Jawa. Aroma mistik sudah terasa ketika Anda memasuki pulau yang 
memliki luas hanya 110 X 65 meter itu. Selain pepohonan, di pulau 
tersebut orang dapat menemukan makam tua yang bertuah.
Itulah makam yang sering disebut-sebut 
sebagai makam seorang wali yang bernama Ki Lodang Datuk Wali Joko. 
Semasa hidupnya, Ki Lodang dikenal sebagai tokoh yang kebal 
bermacam-macam kekuatan gaib. Termasuk, tidak mempan dikirim hawa panas 
macam santet dan tenung dari orang pintar yang bermaksud jahat. Bagi 
peziarah yang ingin sampai di pulau Silungonggo, lebih dulu harus 
menemui juru kunci tempat keramat itu, namanya Salimin.
Lelaki renta ini siap mengantar siapa 
saja yang berziarah. Termasuk berperan menghantar doa dan permohonan 
yang diinginkan peziarah ke hadapan arwah Ki Lodang Datuk. Di sini, ada 
syarat utama yang harus dipatuhi peziarah. Yakni, hanya diperbolehkan 
melakukan ziarah pada malam hari. Setelah matahari tidak terlihat lagi 
di atas awang-awang. Sebaliknya jika terlanjur datang siang hari maka 
disarankan agar lebih dulu beristirahat di rumah Mbah Salimin.
Perlengkapan ritual yang dibutuhkan 
berupa kembang boreh, dan kembang setaman yang ditambah dengan sesaji 
lain. Namun, karena sang juru kunci, Mbah Salimin satu-satunya mata 
pencahariannya mengantar peziarah, maka dia mengenakan biaya pengawalan 
pada peziarah sekitar Rp150 ribu sampai Rp200 ribu.
Tepatnya, bila malam telah merayap Mbah 
Salimin akan mengantar peziarah perorangan atau rombongan ke makam sang 
wali. Modal dia hanya sebuah perahu tradisional yang siap setiap setia 
menyusuri sungai Silungonggo menuju ke pulau Seprapat. Sesampainya di 
sana, Mbah Salimin mengajak peziarah memasuki sebuah makam tua. Di 
tempat ini, siapa saja diharuskan berdoa memohon apa yang diinginkan. 
Mbah Salimin sendiri yang akan membimbing mereka.
Hanya saja, cara dan metode berdoa 
tergantung dengan kepercayaan masing-masing. Itu pun boleh dilakukan 
dengan cara bersila, tiduran, atau bahkan dengan tidur beneran. Selama 
semalam di tengah ritual memohon, peminta kekayaan diharuskan merendah 
dengan khusyuk mengheningkan cipta. Larut dalam suasana sakral di tengah
 malam tirakat yang dia jalankan.
Biasanya, pada tengah malam pelaku dengan
 sendirinya akan keletihan, selebihnya seperti tersirep langsung 
tertidur. Dan, di tengah tidurnya itulah wangsit biasanya turun. 
Memberikan petunjuk cara mendapatkan kekayaan sekaligus usaha-usaha yang
 harus ditekuni. Begitu peziarah tertidur Mbah Salimin akan 
meniggalkannya seorang diri dan kembali menjemput setelah matahari 
kembali bersinar.
Sesuai wangsit yang datang di tengah 
kegelapan malam itu, siapa saja akan menjadi kaya raya dalam waktu tidak
 lama. Namun, sebagaimana persyaratan yang harus dipenuhi, peminta 
pesugihan selebihnya akan menjalin perjanjian batin dengan penunggu 
pulau itu. Yakni, ditunjukan dengan kembali berziarah ke makam Ki Lodang
 setiap setahun sekali atau maksimal 1.000 hari.
Di samping itu, masih ada perjanjian lain
 yang lebih mengerikan. Bagi siapa saja yang sudah mengikat kontrak 
dengan penunggu makam Ki Lodang, harus merelakan salah satu orang yang 
dicintai sebagai tumbal. Bisa anak kandung atau keponakan. Biasanya, 
kurang dari 40 hari setelah berziarah orang yang ditumbalkan akan 
menemui ajalnya dengan cara mengenaskan, seperti kecelakaan, dibunuh 
orang, atau mati mendadak.
Konon, setelah mati arwahnya akan menjadi
 kera jadi-jadian yang menghuni pulau tersebut. Karena itu, bila suatu 
saat Anda berkunjung ke pulau ini, Anda akan didekati oleh seekor kera. 
Perwujudannya memang binatang, tapi sebenarnya dia memiliki jiwa dan 
perasaan layaknya manusia. Begitu mata bertatap tiba-tiba ia akan 
meneteskan air mata kesedihan sambil menatap dalam-dalam orang yang 
datang.
Mungkin dia meratapi nasibnya yang 
dijadikan tumbal oleh orang tuanya. Juga merasa iba menyaksikan 
tumbal-tumbal baru akan datang di pulau penuh misteri tersebut. Untuk 
menghilangkan kesedihan dan menghibur sang kera, Mbah Salimin biasanya 
meminta peziarah yang balik ke pulau membawa barang-barang kesukaan 
anak-anak atau orang yang telah dia jadikan tumbal.
Bisa berupa pakaian, mainan, atau makanan
 kegemaran. Anehnya, yang bisa melihat kera itu hanyalah mereka yang 
pernah menjalin perjanjian gaib saja. Konon, kemampuan melihat alam gaib
 itu lantaran dalam dirinya sudah menjadi bagian dari alam gaib pulau 
Seprapat. Setidaknya, jika dia mati kelak arwahnya juga akan menjelma 
menjadi kera jadi-jadian penunggu pulau sunyi tersebut.
Tak heran, jika di pulau kecil itu sampai
 saat ini masih sering ditemukan benda-benda kesukaan anak-anak, seperti
 boneka, mainan, atau bantal kecil. Namun, asal-usul benda itu pun masih
 misterius, apakah pembawaan para peziarah atau benda yang hanyut 
terbawa arus sungai yang meluap ? Yang jelas, pulau itu masih menyimpan 
sejuta misteri.



 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar