Rabu, 23 Maret 2016

Perempuan Ini Memilih Tinggal di Kuburan Keramat



Perempuan Ini Memilih Tinggal di Kuburan Keramat  
Sriatun, 56 tahun, janda tiga anak  di Desa Doropayung RT 08 RW 03, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati, sudah hampir satu bulan tinggal di kompleks makam Baruklinting. Makam ini dikeramatkan warga setempat. Makam berukuran 4x4 meter ini terletak di ruang terbuka. Agar dapat ditempati ketiga putranya itu, ia menyekatnya dengan kain dan almari pakaian.

Karena keterbatasan tempat, Sriatun terpaksa tinggal di luar. Tempat tinggal Sriatun yang baru itu berada di tepi bantaran Sungai Juwana, yang beberapa waktu lalu selesai dinormalisasi oleh pemerintah. “Untuk tinggal sementara di tempat ini, saya sudah seizin warga dan kepala desa,” kata Sriatun, Selasa, 1 Januari 2013.

Malam yang dingin dan hujan yang hampir tiap hari mengguyur tak menjadi rintangan bagi Sriatun dan ketiga anaknya. Gigitan nyamuk kebun dan suara berisik hewan malam mereka nikmati dengan pasrah. Sebenarnya, sebelum Sriatun menjatuhkan pilihan tinggal di kompleks makam, para tetangganya sudah menyarankan agar tinggal bersama di rumah mereka. Nmun Sriatun menolak karena takut menambah beban tetangga.

Ia tinggal bersama tiga anaknya yang sudah tidak sekolah lagi: Arif Suprianto, 25 tahun, kini sedang sakit liver, Ani Puspitasari (16), dan Novitasari (13). Untuk bertahan hidup, di rumah daruratnya, Sriatun tetap menjual lontong tahu, seperti kebiasaan sebelum terkena gusur. “Saya tetap menunggu rumah pengganti yang dijanjikan pemerintah,” kata Sriatun.
Proyek pengerukan Sungai Juwana, membuat Sriatun dan ketiga anaknya harus tinggal sementara di makam keramat. Rumahnya yang ada di bantaran sungai, yang ia beli Rp 7 juta dan sudah ditempati belasan tahun, terkena gusur normalisasi sungai. Nasib serupa juga menimpa 83 warga yang sama-sama tinggal di bantaran sungai. Setiap pemilik rumah hanya mendapat tali asih dari pemerintah Pati Rp 1 juta sebagai ganti rugi pembongkaran rumah. Mereka tersebar di empat desa, yakni Desa Doropayung (54 rumah), Bumirejo (20 rumah), Tluwah (3 rumah), dan Jepuro (6 rumah), semuanya di Kecamatan Juwana. “Setiap warga yang merelakan rumahnya dibongkar, memperoleh tali asih Rp 1 juta,” kata Tono, Sekretaris Desa Doropayung, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati.Ketika Bupati Pati Haryanto memberikan uang tali asih awal Desember lalu, ia menjanjikan warga yang rumahnya tergusur itu akan diikutkan dalam program rumah layak huni dari Kementerian Perumahan Rakyat. “Sedangkan soal relokasi, sedang dicarikan solusi dengan diikutkan program rumah layak huni Kementerian Perumahan Rakyat,” kata Haryanto seusai penyerahan uang tali asih.Hingga kini, solusi itu belum terwujud. “Kami sudah tiga minggu tinggal menumpang di rumah orang karena sampai sekarang rumah yang dijanjikan belum jelas,” kata Supriyadi, 57 tahun, warga Desa Doropayung, yang rumahnya juga digusur. Masih ada warga yang menumpang di rumah tetangganya yang jauh dari bantaran sungai. Mereka tidak memiliki biaya untuk membangun rumah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar