Rabu, 23 Maret 2016

Warisan Leluhur Yang Selalu Terjaga

Kota Juwana merupakn kota di pesisir utara Pulau Jawa yang terletak di jalur pantura yang menghubungkan kota Pati dan kota Rembang. Kota Juwana merupakan kota terbesar kedua di Kabupaten Pati setelah Pati. Di kota ini terkenal dengan industri kerajinan kuningan dan pembudidayaan bandeng. Batas-batas kota Juwana:                   

* Sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa. Sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Batangan.
* Sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan Jakenan dan kecamatan Pati.
* Sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Wedarijaksa.
Juwana merupakan daerah pesisir dan dataran rendah dengan tanah berjenis aluvial dan red yelloy mediteran. Kota ini juga dilalui oleh sungai Juwana (disebut juga Sungai Silugonggo) yang menjadi daerah aliran sungai Waduk Kedungombo. Sungai terbesar di Kabupaten Pati ini tiap tahun mengakibatkan banjir termasuk di Kota Juwana. Luas wilayah Kecamatan Juwana adalah 5.593 ha (55,93) km2.
Jumlah penduduk Kecamatan Juwana sebanyak 87.484 jiwa (2006) yang terdiri atas 43.565 jiwa laki – laki dan 43.919 jiwa penduduk perempuan. Kecamatan ini mempunyai banyak lapangan kerja. Hal yang menjadi ciri khas Kecamatan Juwana adalah usaha kerajinan logam kuningan yang sebagian besar terdapat di Desa Growong Lor dan sekitarnya, serta usaha tambak perikanan di Desa Bajomulyo, Agungmulyo dan desa – desa sekitarnya. Dua perusahaan kuningan terbesar dari kota Juwana adalah Krisna & Sampurna. Pelabuhan Juwana menjadi salah satu tulang punggung kekuatan perekonomian Kecamatan Juwana. Pelabuhan ini menjadi salah satu pintu masuk kapal – kapal pengangkut kayu dari Kalimantan. Hasil tambak maupun tangkapan nelayan yang didapat antara lain: bandeng, udang, tongkol, kakap merah, kepiting, ikan pe, cumi.
Selain hal diatas, Juwana juga dikenal sebagai icon budaya dan sejarah di Kabupaten Pati. Banyak sekali kisah dan peninggalan sejarah serta kebudayaan yang tetap hidup dan melekat erat di hati masyarakat hingga kini. Salah satunya adalah kegiatan Ruwatan. Ruwatan yang akan dibahas pada kali ini adalah Ruwatan dalam perspektif budaya. Didalam kegiatan gelar budaya ruwatan terkandung nilai sosial, edukatif, rasa kebersamaan dalam banyak ragam perbedaan. Dan pemberdayaan terhadap nilai – nilai potensi sumberdaya, kreatifitas manusia serta ikut melestarikan budaya bangsa khususnya budaya Ruwatan. Ruwatan mengandung makna mengevaluasi diri atas segala kesalahan yang disadari maupun tidak disadari dimasa yang telah lalu. Sehingga dalam acara Ruwatan mrmiliki makna untuk membersihkan diri, tidak hanya sekedar pembersihan lahir, lebih utama adalah membersihkan batin, membersihkan sengkala (penghalang diri) dan sukerta (kotoran dalam diri). Yang berakibat sering mengalami sial karena sengkolo dan sukerto. Maksud diadakannya ruwatan ini adalah untuk meringankan beban peserta sukerto yang mampu maupun tidak mampu, yang tidak dapat melaksanakan sendiri. Artinya ruwatan dilakukan untuk meringankan beban masyarakat. Tujuan pokok ruwatan, adalah untuk membuang kesialan hidup orang – orang yang sedang dalam sukerta (susah). Orang – orang sukerta ini, menurut cerita dalah orang – orang yang akan dimangsa oleh Bathara Kala sebagai kekuatan penyeimbang hukum alam, karena orang – orang sukerta tidak selaras atau harmonis dengan hukum alam yang sngat adil (prinsip Tuhan yang Mahaadil). Dengan kata lain, para sukerta mengalami suatu peristiwa tidak sengaja, dan perbuatan yang disengaja yang tidak sesuai dengan kodrat alam yang semestinya. Prosesi spiritual ruwatan, juga sebagai upaya pelestarian tradisi dan budaya nenek moyang masyarakat Jawa yang sudah turun temurun ribuan tahun silam. Sebagai khasanah pelestarian kekayaan ragam budaya di tanah air. Ruwatan masih merupakan bagian dari prosesi adat Jawa. Ruwatan itu adalah prosesi penyucian diri seorang manusia agar kelak dirinya terbebas dari malapetaka. Tapi hanya orang – orang tertentu yang menyandang predikat Sukerta saja yang diwajibkan untuk diruwat.asal muasal prosesi ruwatan diceritakan dalam kisah pewayangan lakon Murwakala, yaitu lahirnya Bathara Kala.
Selain itu di suatu desa di Juwana terdapat suatu kebudayaan dimana penduduk asli desa itu yang masih gadis diharamkan untuk memakai pakaian warna hijau pupus. Konon katanya apabila kita memakai pakaian warna itu dapat mendatangkan pamali bagi yang memakainya. Tradisi ini juga sudah turun temurun dari nenek moyang terdahulu.
Dalam suatu desa biasanya kita mengenal yang namanya sesepuh Desa. Sesepuh Desa bisa dikatan sebagai pelopor berdirinya desa itu atau bisa dikatakan sebagai pendiri desa. Dahulu kala sesepuh Desa Kincir sangat kaya raya karena tanah yang subur sehingga dapat memberikan hasil panen yang melimpah ruah setiap kali panen. Tapi lain halnya dengan desa Kincir, di desa tetangga tanahnya tandus sehingga hasil panen tidak dapat mencukupi kehidupan warga disana. Akhirnya karena terdesak oleh keadaan tersebut, sesepuh desa tetangga akhirnya nekat untuk mengambil hasil panen sesepuh desa Kincir. Namun rupanya Dewi Fortuna sedang tidak berpihak kepadanya, ditengak aksinya mengambil hasil panen tersebut dia tertangkap basah oleh sesepuh desa Kincir dan akhirnya terjadilah perang antar sesepuh desa. Dari kejadian itulah hingga saat ini penduduk asli Kincir tidak boleh menikah dengan penduduk asli Bakaran. Maka jika terjadi pernikahan, pernikahan itu tidak akan awet. Akan ada sanak keluarga yang meninggal, kemungkinan hidupnya miskin, atau bisa juga pasangan pengantin tidak akan mendapatkan keturunan (mandul).
Sedangkan untuk budaya berkomunikasi di Juwana yaitu hampir sama dengan komunikasi di daerah – dearah lainnya. Yakni menggunakan bahasa jawa ngoko jika kita berbicara dengan teman sebaya namun jika kita berbucara dengan orang yang lebih tua dari kita, kita wajib menggunakan bahasa krama. Dilain sisi jika kita bertemu dengan tetangga satu desa di jalan, kita kenal ataupun tidak dengan orang itu kita wajib untuk menyapanya, walau hanya dengan senyuman saja. Karena apabila kita tidak menyapa orang itu, kita akan jadi bahan perbincangan satu desa dan jika di rumah kita ada kondangan ataupun acara maka warga sekitar tidak akan turut membantu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar