Rabu, 23 Maret 2016

SEJARAH SEDEKAH LAUT DESA BENDAR JUWANA PATI


SEDEKAH LAUT


Sedekah laut, ya begitulah sebutannya untuk acara syukuran di sebuah desa kecil tapi sejahtera. Namanya desa Bendar hehe,,, namanya dah heboh kali ya Bendar, atau bandar, ups,,, bandar apaan ya???,, yang pasti bukan bandar judi ya,!, bandar kapal mungkin.. ok lanjut.







Untuk lebih tepatnya langsung goes aja ke: SINI!!!


Di tengah udara panas perkampungan yang berbatasan dengan laut, kolam renang itu terasa maknyus. Desa itu bernama Bendar. Diapit Laut Jawa dan Jalan Raya Pos (De Grote Postweg), bersisian dengan Sungai Juwana. Di desa ini, bayangan tentang kampung nelayan seperti yang ditulis Pramoedya Ananta Toer dalam novelnya, Gadis Pantai, seperti kehilangan jejak.

Di buku itu, Pram menulis kemiskinan desa nelayan di Rembang yang persis berbatas dengan Juwana, ”Dia (kampung) pun tidak berubah. Atap-atap rumbainya tak ada yang baru.”

”Tahun 80-an, desa kami memang masih seperti itu. Rumah- rumah masih kumuh dan masyarakat masih miskin,” kata Sariyani (67), nelayan Bendar. Sariyani mulai melaut sejak tahun 1952 dengan perahu layar. Kini, Sariyani memiliki tujuh kapal, masing-masing berbobot di atas 100 gross ton. Harganya lebih dari Rp 1 miliar per unit.
Sariyani contoh nelayan Bendar yang sukses memulai usaha dari nol. Kisah serupa dituturkan nelayan Bendar lainnya. Tengoklah Bendar kini. Tak tercium bau selokan. Hanya bau amis laut yang samar-samar. Selebihnya, udara segar menguar dari rimbun tanaman di depan rumah gedongan, bersisian mobil-mobil keluaran terbaru.
Di Sungai Juwana, kapal-kapal ditambatkan. Salah satunya milik Bambang Wicaksana (46). Kapal berbobot di atas 100 GT itu tengah dimodifikasi dengan menambah alat pembeku (freezer) dan tiang penarik jaring. ”Sasaran tangkap kami sekarang ZEE (zona ekonomi eksklusif),” kata jebolan Universitas Gadjah Mada ini.

Kehidupan nelayan mulai membaik ketika pemerintah mengeruk Sungai Juwana tahun 1980-an. Sebelumnya, pelumpuran sempat mematikan Juwana, yang dua abad lalu merupakan bandar dan pusat industri galangan kapal pantai utara Jawa, selain Rembang dan Lasem.
Dengan ramainya kapal ke Sungai Juwana setelah pengerukan itu, industri pengolahan ikan pindang marak. ”Pernah dalam setahun omzet tangkapan nelayan di sini mencapai Rp 140 miliar,” kata Saryani.
”Saya pernah ke Desa Bendar di Juwana, kaget juga melihat nelayan makmur. Tapi, saya belum tahu persis apa yang membuat mereka sejahtera,” ujar Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Departemen Kelautan dan Perikanan Ali Supardan.
Mungkin banyak orang yang sulit percaya ada nelayan makmur di negeri bahari yang tidak menghargai lautnya ini!
Menurut Direktur Riset dan Kajian Strategis Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria, dari dua juta nelayan, 70 persen berkategori miskin.

Menopang pertanian
Kesuksesan Bendar ternyata meluber ke luar desa. Ratusan petani di sebelah selatan Jalan Raya Pos bergantung kepada nelayan Bendar. Begitu musim tanam lewat, mereka berbondong-bondong ke Bendar untuk melaut. ”Hampir 90 persen awak kapal di sini petani,” kata Hadi Sutrisno (29), nelayan dengan empat kapal. Dia lulusan Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro. ”Untuk modal tanam, kami biasa menjadi anak buah kapal (ABK). Hasil bertani hanya cukup untuk makan, sering kali kurang,” kata Jarpan (32), petani dari Desa Tunggul Sari, Kecamatan Kaliori.

Sejak tahun 1980-an, seiring lonjakan ekonomi Bendar, desa ini mulai kekurangan awak kapal. Hampir semua nelayan di sini memiliki kapal sendiri. Bahkan, ada yang punya hingga 11 kapal. Satu kapal rata-rata membutuhkan awak hingga 10 orang.

Di kedai kopi, di tepi Sungai Juwana, Zuhdi (47) menegaskan, kelebihan nelayan Bendar adalah mereka mempunyai sifat tidak mudah menyerah. Nelayan Bendar juga tidak berfoya-foya. ”Sejak dari menjadi ABK, kami berhemat agar dapat membeli kapal sendiri,” ujar Zuhdi.
Zuhdi tidak membual. Ia mengisahkan perjalanan hidupnya sendiri. Lelaki yang tak tamat sekolah dasar itu hanya bisa tanda tangan, tapi tak bisa baca-tulis. Zuhdi mesti memulai dari nol. Bermula dari tukang bersih lantai kapal, lima kapal dimilikinya.
Kini, Zuhdi membangun dua rumah mewah bertingkat untuk dua anaknya. Ketika nelayan di tempat lain mulai tiarap pascakenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), Zuhdi malah membuat perahu 80 GT untuk memperkuat armadanya.
Zuhdi menambahkan, ekonomi nelayan ditopang peran perempuan yang ikut bekerja. ”Mereka yang biasa menjual hasil tangkapan. Sisanya diolah menjadi ikan pindang,” katanya.
Hubungan kekerabatan sangat kental di Bendar. Nakhoda dan kepala kamar mesin rata-rata memiliki hubungan saudara dengan pemilik kapal. Sistem ijon tak dikenal, yang ada bagi hasil. Nakhoda dan krunya kebanyakan memiliki saham di kapal yang mereka operasikan. Dengan sistem ini, tak ada lagi kemiskinan struktural di Bendar. ”Dengan hubungan kekerabatan ini dan pembagian saham, kemungkinan penjualan hasil tangkapan di tengah laut jadi tipis. Kita kerja saling percaya,” ujar Bambang.
Hampir 70 persen dari 700 keluarga nelayan di Desa Bendar adalah pemilik kapal. Di Bendar, bayangan suram tentang nelayan kehilangan jejaknya....
(sumber: kompas.com ,Sabtu, 23 Agustus 2008)


hehehe,,,!!!
banyak ya tulisannya,,, dikit kopas sih.!!!

Sedekah Laut Desa Bendar Juwana Pati

Pada bulan syawal tepatnya seminggu setelah Idul fitri pasti akan di adakan acara sedekah Laut, yang biasanya akan diselenggarakan pada hari minggu kecuali minggu wage. Budaya ini adalah sebuah kebiasaan, traktat dan adat peninggalan jaman Hindu Budha, contoh sajen (sesaji). Saat sedekah laut warga pun membuatkan sajen untuk di larungkan ke laut.Tahun -1990 setiap warga yang mempunyai alat tangkap pasti membuang sajennya masing- masing, yang berisi telur dan kembang telon yang lengkap dengan maejan. Akan tetapi acara tersebut sekarang di formalkan dengan mengadakan larung sesaji, dimana semua sajen warga akan di wakilkan menjadi satu Larung sesaji di wujudkan oleh pemerintah desa yang dikemas dalam bentuk jodang sesaji berisi ndas kebo atau ndas wedhus (kepala kerbau atau kepala sapi) beserta 4 kakinya, kembang telon lengkap dengan maejan, serta degan yang dikrowoki (dilubangi) sedangkan dalamnya diisi dengan gula jawa. Ada dua Jodang yang di buat, jodang pertama untuk di larungkann kelaut dan yang kedua di kirab bersama hiburan-hiburan misalnya drum band. Tanggapan (tontonan atau hiburan) yang wajib saat sedekah laut ada tiga yaitu Barongan, Ketoprak, dan lomban. Sajen yang kedua setelah di kirab, akan di jadikan batas akhir dari lomban, maksudnya adu balap perahu untuk memperebutkan entok, siapa yang paling banyak mendapatkannya maka itu pemenangnya. Bahkan kata orang lomban itu di saksikan langsung oleh Nyi Roro Kidul.
Lomban di laksanakan di sungai juwana yang di kenal sebagai Bengawan Silugonggo. Masyarakat menyebut seperti itu karena sungai Silugonggo tidak pernah kering, sebenarnya Bengawan itu memiliki larangan, yaitu tidak boleh dikilani (di ukur) dan disombongkan karena itu akan menimbulkan peristiwa yang tidak diinginkan. Contoh dulu pernah diselenggarakan lomba menyebrangi bengawan silugonggo dengan tali yang diikat dari etan sampai kulon kali (timur sampai barat sungai) dan akhirnya tali tersangkut di tiang sehingga banyak korban yang berjatuhan itu dikarenakan sudah berani ngilani bengawan tersebut. Peristiwa itu tepat pada hari minggu wage, itu alasan kenapa sedekah laut tidak boleh dilakukan pada minggu wage. 
Karena tidak ada tokoh atau patokan yang jelas maka acara itu selalu berkembang, seperti halnya kirab sesaji yang terus berkembang dengan menyertakan drum band sedangkan orang yang mengikuti prosesi mengenakan pakaian adat pati.



Antusias warga sangatlah besar bahkan bukan hanya warga Desa Bendar saja, banyak warga dari desa lain berbondong-bondong ikut merayakan dan menikmati acara yang berada di Bendar. Saat terlontar pertanyaan “ jika Sedekah Laut tidak ada bagaimana pendapat kalian...?”, maka banyak warga yang menjawab acara itu harus ada karena itu sudah di adakan sejak zaman dahulu. Berarti dapat di simpulkan bahwa masyarakat Desa Bendar Juwana Pati mempunyai ketakutan tersendiri jika Sedekah Laut di hapus dari desa mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar